KUNINGAN – SMPN 6 Kuningan Di tengah hiruk-pikuk euforia Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2025/2026 yang terjadi di berbagai kota dan kabupaten di Indonesia, sebuah ironi mengiris nurani dunia pendidikan nasional. SMP Negeri 6 Kuningan, salah satu sekolah menengah pertama negeri di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, mengalami kenyataan pahit: jumlah guru dan staf di sekolah tersebut ternyata lebih banyak daripada jumlah siswa baru yang mendaftar.
Betapa tidak, sekolah yang sempat menjadi kebanggaan masyarakat setempat itu kini hanya menerima 9 siswa baru. Sementara jumlah tenaga pengajar dan staf mencapai lebih dari 20 orang. Artinya, setiap guru bahkan bisa membimbing satu murid secara privat – jika konteksnya bukan tentang sistem pendidikan formal nasional.
Lalu, mengapa hal ini bisa terjadi? Apakah ini sekadar soal daya saing sekolah, atau cermin dari krisis sistemik yang lebih dalam?
Kondisi Sebenarnya di Lapangan
Menurut pantauan langsung tim redaksi dan hasil konfirmasi dengan beberapa guru aktif di SMPN 6 Kuningan, jumlah siswa baru tahun ini adalah yang terendah dalam satu dekade terakhir. Di tahun-tahun sebelumnya, meskipun tidak mencapai kapasitas maksimal, sekolah masih mampu mengisi dua hingga tiga rombongan belajar. Namun tahun ini, hanya 9 siswa baru yang tercatat resmi mendaftar.

“Kami benar-benar terpukul. Rasanya seperti kehilangan makna sebagai guru. Kami siap mengajar, tapi muridnya tidak ada,” ungkap Ibu Sri Hartati, salah satu guru mata pelajaran Bahasa Indonesia yang telah mengabdi di sekolah tersebut selama lebih dari 15 tahun.
Sekolah ini kini dihuni oleh 9 siswa baru, sekitar 25 guru dan tenaga kependidikan, serta gedung dan fasilitas yang sebenarnya tidak dalam kondisi buruk. Bahkan ruang laboratorium IPA, perpustakaan, dan aula sekolah masih berfungsi dengan baik. Tapi semua itu seakan sia-sia tanpa siswa.
Faktor Penyebab Sepinya Peminat SMPN 6 Kuningan
1. Persaingan Ketat Antar Sekolah Negeri dan Swasta
SMPN 6 Kuningan saat ini memiliki sejumlah sekolah unggulan yang lebih dipilih oleh masyarakat. Orang tua cenderung berlomba mendaftarkan anaknya ke sekolah negeri favorit atau sekolah swasta dengan label ‘boarding school’, fasilitas lengkap, dan promosi yang lebih agresif.
2. Label “Sekolah Buangan” yang Melekat
Citra publik terhadap SMPN 6 Kuningan dalam beberapa tahun terakhir mengalami degradasi. Banyak masyarakat menilai bahwa siswa yang masuk ke sekolah ini adalah mereka yang “tidak lulus seleksi” di sekolah lain. Citra ini melekat dan berdampak signifikan terhadap kepercayaan publik.
3. Zonasi yang Tidak Proporsional
Sistem zonasi yang diterapkan pemerintah ternyata juga mempengaruhi minat terhadap sekolah ini. Wilayah sekitar SMPN 6 dianggap sudah masuk zona sekolah favorit lain yang lebih dekat secara administratif, meskipun secara geografis tidak jauh berbeda.
4. Kurangnya Promosi dan Branding Sekolah
Sekolah SMPN 6 Kuningan ini juga belum memanfaatkan media sosial atau kanal digital secara maksimal. Sementara sekolah-sekolah lain mulai aktif membuat video profil, menampilkan kegiatan siswa, serta menyampaikan nilai-nilai positif lewat konten kreatif.
Dampak Langsung: Moral Guru dan Masa Depan Sekolah
Lebih dari sekadar statistik murid, minimnya siswa berdampak langsung terhadap atmosfer kerja guru. Beberapa guru merasa kehilangan motivasi, bahkan merasa tidak lagi dibutuhkan. Hal ini menciptakan tekanan mental dan kecemasan akan kemungkinan penggabungan sekolah atau, lebih buruk lagi, penutupan.
“Setiap pagi kami tetap datang seperti biasa. Tapi melihat bangku-bangku kosong itu membuat hati kami kecut,” ujar Pak Rudi, guru matematika.
Lebih jauh, Dinas Pendidikan SMPN 6 Kuningan juga sedang melakukan evaluasi terhadap sekolah-sekolah yang sepi peminat, termasuk opsi konsolidasi. Jika kondisi ini berlangsung dua tahun berturut-turut, kemungkinan SMPN 6 akan digabung dengan sekolah terdekat sangat besar.
Upaya Sekolah untuk Bangkit: Tidak Mau Menyerah
Meski dilanda badai keprihatinan, pihak sekolah tetap melakukan sejumlah langkah strategis untuk menyelamatkan eksistensi mereka:
Inovasi Kurikulum
Sekolah SMPN 6 Kuningan mulai mengembangkan kelas dengan pendekatan tematik berbasis digital dan lingkungan, memanfaatkan keunggulan lokal seperti edukasi pertanian organik dan keterampilan hidup.
Optimalisasi Media Sosial
SMPN 6 kini mulai aktif di Instagram dan Facebook, menampilkan kegiatan siswa, kompetisi internal, dan testimoni alumni. Upaya ini diharapkan bisa menarik perhatian calon orang tua siswa tahun depan.
Kolaborasi dengan Alumni
Alumni yang telah sukses di bidang akademik maupun karier mulai diajak terlibat dalam kegiatan sekolah, baik sebagai pembicara motivasi maupun donatur program pengembangan.
Program Gratis Seragam dan Buku
Sebagai insentif, sekolah menawarkan program bantuan berupa seragam, alat tulis, dan buku pelajaran bagi siswa baru. Hal ini juga bekerja sama dengan Dinas Sosial dan pihak sponsor lokal.
Apa Kata Pemerintah dan Masyarakat?
Pemerintah daerah melalui Kepala Dinas Pendidikan Kuningan, Drs. H. Yudi Permana, M.Pd., menyatakan keprihatinannya atas kondisi ini.
“Kami tidak tinggal diam. Evaluasi menyeluruh sedang dilakukan, termasuk redistribusi siswa melalui optimalisasi sistem zonasi yang lebih adil,” ujarnya saat diwawancarai.
Di sisi lain, masyarakat menyayangkan minimnya informasi positif tentang sekolah ini. Menurut Asep Kurnia, tokoh masyarakat RW setempat, orang tua sering kali hanya ikut-ikutan tren tanpa mempertimbangkan kenyamanan anak.
“Banyak yang mengejar sekolah favorit tanpa tahu anaknya nanti bisa mengikuti atau tidak. Padahal SMPN 6 ini tidak buruk. Bahkan dulu anak saya jadi lulusan terbaik di sini,” ujarnya.
Mengapa Kasus Ini Penting untuk Diperhatikan Nasional?
Kasus SMPN 6 Kuningan bukan sekadar isu lokal. Ini adalah refleksi dari bagaimana sistem pendidikan kita masih punya banyak titik lemah. Salah satunya adalah kegagalan dalam membangun persepsi publik terhadap sekolah-sekolah negeri yang bukan unggulan.
Jika hal ini terus dibiarkan, banyak sekolah akan mengalami nasib serupa – sepi siswa, mati suri, dan akhirnya ditutup. Padahal keberadaan sekolah negeri adalah jaminan pendidikan yang merata dan adil bagi semua anak, terlepas dari status ekonomi maupun sosialnya.
Masih Adakah Harapan untuk SMPN 6 Kuningan?
Jawabannya: tentu saja ada, selama masih ada niat dan upaya yang nyata dari semua pihak. Sekolah harus bertransformasi menjadi lembaga yang adaptif, kreatif, dan berpihak pada kebutuhan siswa zaman sekarang. Pemerintah wajib hadir dengan regulasi yang adil, tidak membiarkan sekolah-sekolah kecil tersingkir secara sistemik.
Dan masyarakat? Jangan hanya ikut arus. Mari beri kepercayaan pada sekolah-sekolah lokal. Karena pendidikan sejatinya bukan hanya soal nama besar, tetapi soal bagaimana seorang anak tumbuh, merasa aman, dan dihargai dalam proses belajar mereka.